Cerita Islami Kado Pernikahan
Tuesday, June 9, 2020
Edit
Cerita Islami Kado Pernikahan - Hallo sahabat Rahasia Rumus Pendidikan, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Cerita Islami Kado Pernikahan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Cerpen, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Cerita Islami Kado Pernikahan
link : Cerita Islami Kado Pernikahan
Anda sekarang membaca artikel Cerita Islami Kado Pernikahan dengan alamat link https://rahasiarumuspendidikan.blogspot.com/2020/06/cerita-islami-kado-pernikahan.html
Judul : Cerita Islami Kado Pernikahan
link : Cerita Islami Kado Pernikahan
Cerita Islami Kado Pernikahan
Kado Pernikahan
Siang tadi ia ditemui Hafiz, seseorang yang dianggapnya kekasih hati semenjak dua tahun lalu. Hafiz tak lain yaitu abang tingkatnya di kampus. Hanya jeda setahun jenjang pendidikan mereka. Dan beberapa bulan lalu, Hafiz telah purnabelajar di jenjang sarjana. Sementara Husna masih bertitel mahasiswi tingkat akhir. Ia masih berkutat dengan skripsi.Suara petir memecah keheningan malam. Hujan yang kadang lebat kadang gerimis sedari petang tak lelah menghujam bumi sampai hampir tengah malam. Husna masih dalam alam sadarnya. Kantuk tak juga menghinggapinya. Matanya tak mau dipaksa pejam. Ia masih memikirkan hal yang membuatnya bimbang.
Pertemuan Husna dengan Hafiz membahas sesuatu yang serius. Hafiz ingin menikahi Husna. Tak pelak, hal ini menciptakan Husna kaget. Dari ucapan dan klarifikasi Hafiz, terang ia tak sekadar bercanda. Hal itu yaitu bukti keseriusan Hafiz pada Husna. Husna tak banyak berkata, ia hanya membisu dengan segala kebimbangan. Sementara Hafiz dengan penuh pengertian memberi kebebasan Husna untuk menjawabnya kapan pun.
Husna teringat apa yang dikatakan ibunya seminggu yang lalu.
“Nduk, kau sudah dewasa, sudah pantas berumah tangga” kata ibunya.
“Ah..Bu...Husna kan masih kuliah. Husna pengin lulus jadi sarjana dulu”
“Ya memang, tapi kau itu anak Ibu terakhir yang belum menikah, apalagi bapakmu sudah tiada. Ibu ingin segera melihatmu menikah dan berumah tangga menyerupai kakak-kakakmu. Sebentar lagi kau juga lulus to?”
“Benar Bu, Husna tinggal skripsi saja. Tapi kan Husna belum berpikiran untuk cepat berumah tangga”
“Lha makanya cepat dipikirkan. Itu Hafiz tampaknya juga sudah matang untuk berumah tangga”
“Mas Hafiz gres saja lulus Bu, ia belum punya pekerjaan tetap.”
“Nduk, kalau menikah itu diniati sebagai ibadah, maka rezeki akan dipermudah oleh Allah. Ibumu ini sudah tua, Husna”
Saat itu, Husna hanya membisu mendengar yang dikatakan ibunya. Ia begitu meresapi dan merenungi pernyataan ibunya di final pembicaraan itu.
Di malam ini, Husna kembali merenungi apa yang dikatakan ibunya dan Hafiz. Semua arahnya sama, yakni pernikahan. Sebenarnya ia tak menolak untuk menikah, tapi bergotong-royong ia ingin lulus dulu dan mandiri. Ia juga mempertimbangkan kalau Hafiz belum memiliki pekerjaan yang tetap. Barangkali Hafiz setidaknya sudah memiliki penghasilan sebagai penulis freelance, tapi itu tidak niscaya alasannya yaitu hanya freelance. Husna tidak materialistik, tapi ia ingin semuanya siap lahir batin.
Sementara skripsi Husna masih terbengkalai. Ia sudah melaksanakan observasi dan penelitian. Namun, penulisan bab-bab awal skripsinya terkendala oleh dosen pembimbing yang sangat sulit ditemui untuk diajak konsultasi. Terkadang malah dosennya selalu mencari kesalahan-kesalahan kecil dan berulang-ulang sehingga memperlambat proses penulisannya.
Husna benar-benar bimbang. Ia semakin tak mencicipi kantuk akhir dari pikirannya. Tiba-tiba ada yang memecah lamunannya. Ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk. Ia membaca nama di layar, “Aa Hafiz”.
“Assalamualaikum” terdengar bunyi Hafiz dari ponsel.
“Waalaikumsalam” jawab Husna
“Belum tidur Dik?”
“Belum Mas, masih bimbang soal tadi siang”
“Maaf jikalau itu membebani Dik Husna, Mas juga tak memaksa Adik. Kan orangtua Adik juga belum tahu”
“Nggak apa-apa Mas, kalau Ibuku, Beliau malah menasihati Adik untuk segera menikah dengan Mas Hafiz”
“Syukurlah kalau Beliau merestui. Baiklah, untuk memantapkan hati. Mari salat istikarah dan berdoa biar hati kita hening dan menerima petunjuk dari Allah”
***
Sebulan berlalu, Husna memutuskan mendapatkan pinangan Hafiz. Hati Husna mantap untuk menikah dengannya. Selain untuk membahagiakan orangtuanya, Husna ingin menjalani ijab kabul sebagai suatu ibadah. Ia berjanji akan selalu setia terhadap Hafiz. Begitu juga dengan Hafiz. Ia berjanji akan menjadi imam yang baik bagi Husna.
Setelah menikah, Husna dan Hafiz tinggal di rumah Ibu Husna. Hafiz bertindak sebagai kepala rumah tangga menggantikan ayah Husna yang sudah tiada. Tampak kebahagiaan menyelimuti mereka. Dan menyerupai telah diskenario Tuhan, Hafiz akan segera memiliki pekerjaan tetap alasannya yaitu tak selang usang sehabis menikah, ia lolos di perekrutan CPNS di kota kawasan ia tinggal. Berkah juga tak lari dari Husna. Entah mengapa sehabis ia menikah dengan Hafiz, proses penyelesaian skripsinya terasa diperlancar. Dosen pembimbing yang dulunya sulitnya minta ampun, sekarang gampang ditemui dan mempermudah legalisasi skripsi. Tak berselang lama, ujian pendadaran pun sudah di depan mata Husna.
“Alhamdulillah, semua lancar menyerupai yang kita inginkan Mas,” ucap Husna di pelukan Hafiz menjelang tidur.
“Iya Dik, semua ini nikmat dari Allah yang wajib kita syukuri dan merupakan kado ijab kabul kita”
“Amin. Dan memang benar kata Ibu Mas,” nada Husna agak menggantung.
“Apa kata Ibu?” tanya Hafiz penasaran.
“Kalau menikah diniati sebagai ibadah, maka rezeki akan dipermudah oleh Allah,” ujar Husna dengan senyum manis.
Demikianlah Artikel Cerita Islami Kado Pernikahan
Sekianlah artikel Cerita Islami Kado Pernikahan kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Cerita Islami Kado Pernikahan dengan alamat link https://rahasiarumuspendidikan.blogspot.com/2020/06/cerita-islami-kado-pernikahan.html