Narasi Kecil: (Diskusi) Wacana Perayaan Puisi Lirik

Narasi Kecil: (Diskusi) Wacana Perayaan Puisi Lirik - Hallo sahabat Rahasia Rumus Pendidikan, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Narasi Kecil: (Diskusi) Wacana Perayaan Puisi Lirik, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Artikel Umum, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Narasi Kecil: (Diskusi) Wacana Perayaan Puisi Lirik
link : Narasi Kecil: (Diskusi) Wacana Perayaan Puisi Lirik

Baca juga


Related

Narasi Kecil: (Diskusi) Wacana Perayaan Puisi Lirik

 Acara gres saja di buka oleh moderator yang dikala itu dipegang oleh Mr Narasi Kecil: (diskusi) Tentang Perayaan Puisi Lirik
Sabtu, 7 Februari 2009

Kira-kira saya hingga di balai Soedjatmoko, Gramedia, Slamet Riyadi Solo pukul sepuluh pagi. Acara gres saja di buka oleh moderator yang dikala itu dipegang oleh Mr. Kabut alias Bandung Mawardi. Biasa waktu program Indonesia, sudah terbiasa dengan program molor. Di ajakan dengan terperinci tertera jam Sembilan pagi, program perihal (diskusi) “Perayaan Puisi Lirik”, saya kira saya terlambat, namun sesampai di sana ternyata program gres saja dimulai. Dengan begitu saya sanggup menyesuaikan kedatanganku dengan kebiasaaan waktu di Indonesia : molor.
Aku menempati urutan bangku kedua dari depan. Kursi di depan terlihat kosong, sedangkan belahan belakang sudah penuh. Namun penerima diskusi pada dikala itu memang tidak terlalu banyak, hanya belasan orang. Aku duduk di sebelah Pak Jo, seorang penulis, pencetus dan ketua RW dari kota karanganyar. Kita pun bersalaman.
Pundakku ditepuk dari belakang. ternyata Mbak. Puitri yang menepukku. Dia minta alamat emailku dan handphone-ku. Tak terasa pengantar moderator sudah selesai. Kini saatnya pembicara berbicara.Pembicara dalam program ini yaitu Triyanto Triwikromo, seorang sastrawan yang cerdas. Bagiku beliau yaitu sosok sastrawan yang berakal mengolah dan menentukan bahasa. Aku pernah baca kumpulan cerpennya yang berjudul “Sayap Anjing” dan saya juga punya buku kumpulan cerpennya yang berjudul “Malam Sepasang Lampion”. Aku pikir beliau yaitu cerpenis yang hasil karyanya banyak yang memakai gaya bahasa yang puisi. Pada tahun 2000 saja beliau menerima anugerah penyair terbaik Indonesia versi majalah gadis. Sekarang beliau menjadi redaktur di Suara Merdeka.
Triyanto pada awal pembicaraannya mengungkap perihal definisi dari puisi lirik. Dia mengambil beberapa definisi yang dilontarkan beberapa sastrawan populer menyerupai Sapardi Joko Damono dan Goenawan Moehamad. Aku sanggup menangkap definisi dari puisi lirik secara sederhana yaitu puisi yang di dalamnya mengandung unsur irama untuk menampilkan estetika.
Triyanto juga mengambil beberapa pola puisi lirik yang banyak dibentuk oleh penyair. Ia mencontohan dari puisi-puisi usang hingga modern. salah satunya yakni “senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar.
Triyanto beropini bahawa penyair-penyair modern masih terikat dengan hukum puisi lirik. Walaupun merekapenyair-penyair ituada yang menyatakan suadah keluar dari puisi lirik, namun hasil karya mereka tak luput dari kriteria puisi lirik. Sudah waktunya penyair modern meninggalkan puisi lirik yang akan mengekang irama puisi. Namun bagiku, apakah aturan-aturan ini patut diperdebatkan padahal sastra(seni) yaitu pergolakan jiwa pada diri seseorang yang tertuang menjadi sebuah karya. Apakah dalam berkarya harus mengikuti alur-alur dan hukum yang ribet. Sudah ada UU pornografi saja sudah menuai perdebatan yang panas. Diskusi ini (walau dalam skala kecil) terjadi perdebatan perihal puisi lirik yang nota bene kurang sanggup dimengerti khalayak umum. Tapi secara tekstual, puisi lirik telah menjadi sebuah liberium (kabut). Puisi lirik telah menjadi fenomena raksasa yang perlu memeras pemikiran.
Setelah usang berbicara perihal puisi lirik. Moderator memberi kesempatan kepada penerima untuk bertanya. Penanya pertamasaya lupa siapabertanya agak melenceng dari tema diskusi. Ia bertanya perihal UU pornografi. Ia takut terkena UU pornografi sebab ia menulis sebuah goresan pena (features) dalam bahasa jawa yang membahasa perihal kisah yang agak porno namun dalam wilayah kesusastraan. Terus terang ia tak mau sembrono dan terjerat hokum secara konyol. Namun bagi triyanto, seorang penulis apalagi wartawan harus kukuh dengan tulisannya, biarpun pedas namun itu yaitu sebuah karya yang dihasilkan dari jerih payah pemikiran.
Penanya kedua yaitu Munawir Aziz, ia beropini bahwa penyair masih terikat dengan puisi lirik Karena puisi lirik yaitu pandangan gres warisan. Itu artinya insan masih terikat dengan warisan.
Penanya ketiga yaitu Haris Firdaus. Seingatku dan sepenangkapanku ia bertanya tenmtang mengapa puisi lirik harus dirayakan padahal terperinci bahwa tadi Triyanto beropini bahawa penyair modern harus sudah mulai meninggalkan puisi lirik (poslirik).
Dari program itu saya tak sanggup memberi kesimpulan apa pun. Yang terperinci sebagai insan kita harus berkarya. Namun apa daya, terkadang malas yaitu suatu hal yang sangat menjengkelkan. Setelah memperlihatkan sekilas kesimpulan yang belum tersimpulkan dari pembicaraan tersebut. Moderator menutup program itu. Sudah saatnya program makan-makan yang sudah disiapkan panitia.

gambar dari:4.bp.blogspot.com


Demikianlah Artikel Narasi Kecil: (Diskusi) Wacana Perayaan Puisi Lirik

Sekianlah artikel Narasi Kecil: (Diskusi) Wacana Perayaan Puisi Lirik kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Narasi Kecil: (Diskusi) Wacana Perayaan Puisi Lirik dengan alamat link https://rahasiarumuspendidikan.blogspot.com/2020/04/narasi-kecil-diskusi-wacana-perayaan.html

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel