Dongeng Satu Musim
Friday, April 24, 2020
Edit
Dongeng Satu Musim - Hallo sahabat Rahasia Rumus Pendidikan, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Dongeng Satu Musim, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Cerpen, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Dongeng Satu Musim
link : Dongeng Satu Musim
Awal demam isu itu, saya sendiri dalam bayangku. Membayangkan sebuah senja berada ditelapak tanganku, sebab saya begitu menyukai senja. Apalagi dikala demam isu sedang kemarau,maka senja akan tampak jingga kemilau di ufuk barat. Aku membayangkan telapak tanganku yakni pantai berpasir putih dengan hiasan lambaian nyiur. Namun dalam kesendirianku saya masih tetap sadar bahwa senja itu memang benar-benar ada di waktu yang akan kusinggahi nanti.
aku masih sendiri menatap senja di telapak tanganku. Aku menatap cahaya kemilau jingga. Suara gemuruh ombak bersama semilir angin menjadi sebuah alunan musik yang begitu ritmis. Nyaman sekali di telinga. Sedangkan di atas telapak tanganku, saya melihat sekawanan camar riuh mengepak-kepakkan sayap melawan angin dari tengah laut. Kicau-kicaunya bersahutan seolah-olah mereka mengejek kesendirianku. Ah…aku tak sanggup menyalahkan mereka. Sekalipun saya merasa kesepian, saya akan tetap membayangkan senja seolah-olah yakni kekasihku, yang akan ku peluk dan ku cium mesra sepanjang saya masih sanggup berkhayal.
Pertengahan musim, saya tak sanggup membayangkan senja berada di telapak tanganku. Rasa-rasanya mataku terlalu letih untuk terus melihat cahaya kemilau jingga di telapak tanganku. Maka ku hapus senja dari telapak tanganku. Hanya sebentar saja saya akan menghapus senja di telapak tanganku sebab saya begitu menyukai senja. Aku takkan mungkin bosan untuk melihat senja. Aku menutup telapak tanganku, istirahat sebentar untuk menikmati dunia konkret yang ternyata sudah terombang-ambing ke arah ketidakpastian. Aku meredupkan penglihatanku dan mencoba untuk tidur selama sepertiga musim.
Setelah sepertiga musim, saya terbangun dari lelap mimpiku. Aku beranjak dari daerah tidurku dan menuju ke sebuah ruang yang dipenuhi dengan buku. Aku mengambil satu buku dan membacanya. Ternyata itu yakni sebuah buku dongeng. Anehnya, buku itu menyerupai sebuah dunia yang nyata. Setiap kalimat, kata, gambar dalam buku itu sanggup berkembang menjadi dan bergerak sesuai dengan makna masing-masing. Dalam dongeng itu ku baca dan ku lihat seorang bidadari kecil hilang dari istana. Bidadari kecil itu elok dan manis sekali. Ia hilang dari istana sebab ingin melihat senja. Istana daerah beliau tinggal, berada di sebuah lembah yang dalam sehingga beliau tak sanggup melihat senja. Ia ingin melihat senja sebab beliau bermimpi melihat senja. Kata ‘senja’ beliau dapatkan dari dayangnya yang juga pernah melihat senja. Jauh waktu sebelum dayang itu bekerja di istananya, beliau yakni insan biasa yang setiap hari dengan leluasa melihat senja. Dengan kenekatannya, bidadari itu pergi dari istana untuk mencari dan melihat senja. entah apa yang terjadi dengan bidadari kecil itu, sebab buku yang ku baca ternyata bersambung.
Akhir demam isu telah datang. Aku kembali merindukan senja. Aku telah usang menghapus senja dari telapak tanganku. Maka dengan kerinduanku, kutuangkan kembali sebuah senja ke dalam telapak tanganku. Yah…masih menyerupai dahulu…senja itu masih begitu indah dan menenangkan. Cahaya kemilau jingganya telah menghipnotisku untuk terbang ke alam keindahan.
Dan kini saya semakin takjub. Semakin usang senja di telapak tanganku semakin indah. Dalam ketakjubanku, saya melihat ada seorang bidadari kecil tengah berlari-lari berkejaran dengan ombak di sebuah senja. Di telapak tanganku.
Anda sekarang membaca artikel Dongeng Satu Musim dengan alamat link https://rahasiarumuspendidikan.blogspot.com/2020/04/dongeng-satu-musim.html
Judul : Dongeng Satu Musim
Dongeng Satu Musim
Dongeng yang akan kuceritakan ini yakni satu fragmen yang terpenggal dari sebuah kenangan dan terpecah menjadi kepingan-kepingan waktu yang sulit untuk disatukan kembali. Adalah aku, satu nyawa berbentuk dongeng yang mengisi setiap pergantian musim. Mimpi-mimpi yang pernah kamu ciptakan bahwasanya bermula dari sebuah dongeng purba. Dari sekian lamanya waktu, dongeng itu melompat menembus sekat-sekat massa, menjadi bayang-bayang dan alhasil bermetafora menjadi mimpi-mimpi yang memabukkan di setiap pergantian musim.Awal demam isu itu, saya sendiri dalam bayangku. Membayangkan sebuah senja berada ditelapak tanganku, sebab saya begitu menyukai senja. Apalagi dikala demam isu sedang kemarau,maka senja akan tampak jingga kemilau di ufuk barat. Aku membayangkan telapak tanganku yakni pantai berpasir putih dengan hiasan lambaian nyiur. Namun dalam kesendirianku saya masih tetap sadar bahwa senja itu memang benar-benar ada di waktu yang akan kusinggahi nanti.
aku masih sendiri menatap senja di telapak tanganku. Aku menatap cahaya kemilau jingga. Suara gemuruh ombak bersama semilir angin menjadi sebuah alunan musik yang begitu ritmis. Nyaman sekali di telinga. Sedangkan di atas telapak tanganku, saya melihat sekawanan camar riuh mengepak-kepakkan sayap melawan angin dari tengah laut. Kicau-kicaunya bersahutan seolah-olah mereka mengejek kesendirianku. Ah…aku tak sanggup menyalahkan mereka. Sekalipun saya merasa kesepian, saya akan tetap membayangkan senja seolah-olah yakni kekasihku, yang akan ku peluk dan ku cium mesra sepanjang saya masih sanggup berkhayal.
Pertengahan musim, saya tak sanggup membayangkan senja berada di telapak tanganku. Rasa-rasanya mataku terlalu letih untuk terus melihat cahaya kemilau jingga di telapak tanganku. Maka ku hapus senja dari telapak tanganku. Hanya sebentar saja saya akan menghapus senja di telapak tanganku sebab saya begitu menyukai senja. Aku takkan mungkin bosan untuk melihat senja. Aku menutup telapak tanganku, istirahat sebentar untuk menikmati dunia konkret yang ternyata sudah terombang-ambing ke arah ketidakpastian. Aku meredupkan penglihatanku dan mencoba untuk tidur selama sepertiga musim.
Setelah sepertiga musim, saya terbangun dari lelap mimpiku. Aku beranjak dari daerah tidurku dan menuju ke sebuah ruang yang dipenuhi dengan buku. Aku mengambil satu buku dan membacanya. Ternyata itu yakni sebuah buku dongeng. Anehnya, buku itu menyerupai sebuah dunia yang nyata. Setiap kalimat, kata, gambar dalam buku itu sanggup berkembang menjadi dan bergerak sesuai dengan makna masing-masing. Dalam dongeng itu ku baca dan ku lihat seorang bidadari kecil hilang dari istana. Bidadari kecil itu elok dan manis sekali. Ia hilang dari istana sebab ingin melihat senja. Istana daerah beliau tinggal, berada di sebuah lembah yang dalam sehingga beliau tak sanggup melihat senja. Ia ingin melihat senja sebab beliau bermimpi melihat senja. Kata ‘senja’ beliau dapatkan dari dayangnya yang juga pernah melihat senja. Jauh waktu sebelum dayang itu bekerja di istananya, beliau yakni insan biasa yang setiap hari dengan leluasa melihat senja. Dengan kenekatannya, bidadari itu pergi dari istana untuk mencari dan melihat senja. entah apa yang terjadi dengan bidadari kecil itu, sebab buku yang ku baca ternyata bersambung.
Akhir demam isu telah datang. Aku kembali merindukan senja. Aku telah usang menghapus senja dari telapak tanganku. Maka dengan kerinduanku, kutuangkan kembali sebuah senja ke dalam telapak tanganku. Yah…masih menyerupai dahulu…senja itu masih begitu indah dan menenangkan. Cahaya kemilau jingganya telah menghipnotisku untuk terbang ke alam keindahan.
Demikianlah Artikel Dongeng Satu Musim
Sekianlah artikel Dongeng Satu Musim kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Dongeng Satu Musim dengan alamat link https://rahasiarumuspendidikan.blogspot.com/2020/04/dongeng-satu-musim.html