Chairil Dan Bahasa Individualistis

Chairil Dan Bahasa Individualistis - Hallo sahabat Rahasia Rumus Pendidikan, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Chairil Dan Bahasa Individualistis, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Bahasa, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Chairil Dan Bahasa Individualistis
link : Chairil Dan Bahasa Individualistis

Baca juga


Related

Chairil Dan Bahasa Individualistis

Jejak kepenyairan Chairil Anwar meninggalkan catatan penting dalam sejarah sastra Indonesi Chairil dan Bahasa Individualistis
Jejak kepenyairan Chairil Anwar meninggalkan catatan penting dalam sejarah sastra Indonesia. Tanggal 28 April yang merupakan tanggal wafat Chairil Anwar dijadikan sebagai perayaan hari puisi. Bulan April pun disebut sebagai Bulan Chairil atau Bulan Puisi.

Chairil Anwar memakai bahasa sebagai pendobrak perkembangan sastra Indonesia. Dalam menciptakan puisi, Chairil mulai melunturkan bahasa ungkap dari angkatan sebelumnya ialah Pujangga Baru. Pada angkatan Pujangga Baru, puisi masih terikat dengan hukum usang ibarat penggunaan baku pada bait, rima maupun bunyi. Chairil mulai melepaskan ikatan itu dalam menciptakan sebuah puisi. Chairil memiliki ciri khas dan lebih bebas dalam mengolah bahasa puisi sehingga ia dikenal sebagai penyair yang menjadi tonggak perkembangan sastra Indonesia. Dengan ciri khas gaya bahasa yang dimilikinya, Chairil Anwar disebut sebagai penggagas angkatan ‘45.

Bahasa yang dipakai Chairil dalam puisi-puisinya merepresentasi sebagian besar kehidupannya. Ketika Chairil didera penyakit yang akan merenggang nyawanya, bahasa puisi Chairil menunjukkan sebuah optimisme dan semangat hidup yang menggelora. Potongan larik puisinya, ibarat ”aku ini hewan jalang”, ”aku mau hidup seribu tahun lagi”, ”hidup hanya menunda kekalahan”, atau ”sekali berarti, sudah itu mati” mencerminkan semangat hidup yang ada pada dirinya.

Selain itu, Chairil memakai bahasa yang berapi-api dalam merepresentasikan kehidupan yang terjadi pada ketika itu, ialah masa usaha kemerdekaan. Bahasa yang berani dan berapi-api dituangkan Chairil dalam puisi-puisinya yang berjudul Diponegoro, Krawang-Bekasi, Persetujuan dengan Bung Karno dan lain-lain.

Gaya bahasa Chairil dalam menulis puisi juga mencerminkan sentimentalitas dan individualistiknya dalam menghadapi cobaan hidup. Ia menuliskan puisi berjudul Nisan sebagai ungkapan kesedihan ketika neneknya meninggal. Nuansa religius juga tertangkap dari beberapa puisi Chairil. Dalam puisinya yang berjudul Doa, Chairil tidak dapat berpaling dari Tuhannya dan menyerahkan sepenuh hidupnya kepada Tuhan. Begitu pula dengan puisi Cintaku Jauh di Pulau, Chairil menganalogikan bahwa janjkematian sudah akan menjemputnya, namun beliau merasa masih jauh dengan Tuhan.

dimuat di SOLOPOS, Kamis, 30 April 2009
gambar dari: www.unila.ac.id/ fkip-bhs/images/stories/anwar.bmp


Demikianlah Artikel Chairil Dan Bahasa Individualistis

Sekianlah artikel Chairil Dan Bahasa Individualistis kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Chairil Dan Bahasa Individualistis dengan alamat link https://rahasiarumuspendidikan.blogspot.com/2020/04/chairil-dan-bahasa-individualistis.html

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel